Masyarakat sedikit bernafas lega dengan adanya Putusan Mahkamah Agung terkait dikabulkannya Judicial Review Perpres No. 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, dimana Mahkamah Agung membatalkan kenaikkan tarif BPJS kesehatan. Perlu diketahui, Perpres No. 75 Tahun 2019 menetapkan tarif BPJS Kesehatan dengan kenaikkan 100 % bagi Kelas I, dengan Perbandingan besaran tarif yaitu untuk kelas III semula Rp 25.500,- menjadi Rp 42.000,- per orang, untuk kelas II semula Rp 51.000,- menjadi Rp 110.000,- per orang, dan tarif kelas I semula Rp 80.000,- menjadi Rp 160.000,- . Sebagai alasan kenaikan tarif BPJS salah satunya adalah BPJS mengalai defisit anggaran karena kurang aktifnya peserta BPJS.
Jika melihat perbandingan kenaikan tarif BPJS tersebut memang dirasa memberatkan terkhususnya golongan kelas III yang semula Rp 25.500,- menjadi Rp 42.000,-. Hal ini sangat bertentangan dengan Ground Norm Negara kita yakni Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia, dimana rakyat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kontroversi kenaikan tarif BPJS sebelum adanya Perpres No. 82 Tahun 2018 seharusnya dapat menjadi perhatian dan pertimbangan bagi Pemerintah sebelum mengesahkanya dan mengundangkannya. Jika memang akan ada kenaikan tarif BPJS seharusnya tidak sampai 2x (dua kali) tarif awal, sebagai wacana mungkin dapat dilakukan dengan menaikkan tarif antara Rp 5000,- sampai dengan Rp 10.000,- disamping upaya untuk mengatasi defisit keuangan bisa terselesaikan, rasa keadilan juga masih dapat dirasakan oleh masyarakat selaku Peserta BPJS.
Dikabulkannya Judicial Review Perpres No. 75 Tahun 2019 oleh Mahkamah Agung harus diikuti oleh semua pihak, hal ini dikarenakan Judicial Review yang bersifat mengikat dan harus dilaksanakan oleh semua pihak, disisi lain Pemerintah dan BPJS dapat segera melakukan pertimbangan- pertimbangan terkait upaya yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dialami BPJS kesehatan, dengan tetap menjadikan UUD 1945 sebagai pedoman pembuatan kebijakan. AN