Dalam rangkaian proses persidangan di Pengadilan, sudah tentu agenda yang ditunggu adalah putusan hakim. Menjatuhkan putusan merupakan wewenang majelis hakim dalam persidangan, baik dalam persidangan perkara pidana maupun perkara perdata. Di dalam perkara pidana misalnya, putusan hakim menjadi penting lantaran hal ini merupakan pokok dari suatu proses persidangan. Putusan hakim menentukan nasib terdakwa, karena berat ringannya suatu hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa mendasar pada putusan hakim tersebut. Salah satu putusan yang dapat dijatuhkan dalam perkara pidana adalah putusan bebas.
Pada Putusan Bebas (vrijspraak), artinya tindak pidana yang didakwakan penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain, dalam kasus tersebut penuntut umum tidak dapat membuktikan unsur – unsur dalam dakwaannya. Dasar dari putusan bebas diatur dalam ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menjelaskan bahwa, apabila pengadilan berpendapat :
- Dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan;
- Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya “tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan.
Pengadilan menyimpulkan tidak terdapat bukti-bukti yang sah dan meyakinkan, bahwa terdakwalah yang melakukan perbuatan yang didakwakan itu, seperti apa yang tercantum pada pasal 183 KUHAP, sebagai berikut :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Secara yuridis, seorang terdakwa diputus bebas apabila majelis hakim yang bersangkutan, menilai :
- Tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang- undang secara negatif;
- Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian.
Maksud dari poin pertama adalah bahwa berdasarkan pembuktian yang diperoleh di persidangan, tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti tersebut tidak diyakini oleh hakim. Sedangkan menurut poin kedua, kesalahan yang didakwakan terhadap terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja, sedangkan menurut ketentuan pasal 183 KUHAP sebagaimana telah disebutkan di atas, agar cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah. Jadi jika dihubungkan dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP tersebut, maka putusan bebas pada umumnya didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim.
Dengan demikian jelas bahwa apabila berdasarkan hasil musyawarah sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP, majelis hakim pemeriksa perkara berpendapat dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka layak secara hukum terdakwa diputus bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP). (SV, WND)