PENGHENTIAN PENYIDIKAN DAN DASAR HUKUMNYA

0
82

Polisi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang penyelidik dan penyidik merupakan bagian penting dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang memiliki kewenangan diskresioner (discretionary power) luar biasa besar. Merekalah yang menjaga pintu gerbang “penegakan keadilan”, dan memutuskan apakah laporan atau pengaduan terhadap adanya dugaan tindak pidana dapat dilanjutkan proses pemeriksaanya dan dinaikkan ke kejaksaan  (P-19 dan P-21) atau dihentikan pada proses penyidikan (P-14).

Undang – undang memberi kewenangan terhadap penyidik untuk dapat melakukan proses penghentian penyidikan. Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang berbunyi :

Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. “

Mendasar pada ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP diatas, adapun alasan penyidik  melakukan penghentian penyidikan adalah sebagai berikut :

  1. Tidak terdapat cukup bukti

Untuk dapat melanjutkan proses pemeriksaan, penyidik seminim – minimnya harus mempunyai 2 (dua) alat bukti yang sah. Untuk macam – macam alat bukti tersebut telah diatur secara jelas dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Sehingga apabila dari hasil pemeriksaan penyidikan tidak ditemukan seminim – minimnya 2 (dua) alat bukti, maka proses pemeriksaan atas perkara tersebut harus dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti.

  1. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana

Ketika proses penyidikan dan dilakukan gelar perkara, ternyata hasil gelar perkara tersebut terbukti bukan suatu tindak pidana, melainkan masalah perdata, maka proses pemeriksaan perkara tersebut dihentikan dengan alasan bukan termasuk tindak pidana.

  1. Penyidikan dihentikan demi hukum

Mengingat ternyata perkara tersebut secara formil tidak memenuhi ketentuan hukum untuk dilanjutkan, misalnya karena perkara tersebut sudah pernah diproses sebelumnya dan sudah diputus, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara tersebut sudah daluarsa, sehingga atas perkara tersebut dihentikan dengan alasan demi hukum.

Alasan pemberian wewenang penghentian penyidikan ini, antara lain : Untuk menegakkan prinsip peradilan cepat, tepat dan biaya ringan, dan sekaligus demi tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat. Jika penyidik berkesimpulan perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan dengan alasan tidak cukup bukti, atau bukan tindak pidana, atau dihentikan demi hukum, untuk apa berlarut – larut menangani dan memeriksa tersangka. Lebih baik penyidik secara resmi menyatakan penghentian pemeriksaan penyidikan. Agar tercipta kepastian hukum baik bagi penyidik sendiri, terutama kepada tersangka dan masyarakat.

Berkaitan dengan proses penghentian penyidikan tersebut, baik itu Penyidik POLRI atau Penyidik PNS mengeluarkan SP3 atau Surat Penghentian Penyidikan. SP3 adalah surat ketetapan yang dikeluarkan oleh penyidik Polri atau penyidik PNS sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menentapkan dihentikannya suatu penyidikan perkara pidana. Dengan dihentikannya penyidikan berdasarkan SP3 tersebut, maka sejak saat itu juga penyidikan yang dilakukan oleh penyidik menjadi berhenti, dan dalam hal tersangka ditahan maka wajib segera dikeluarkan, serta barang sitaan wajib segera dikembalikan. Dalam hal penyidik mengeluarkan SP3, maka berdasarkan pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu jika yang menghentikan penyidikan adalah penyidik Polri maka pemberitahuan penghentian itu disampaikan pada penuntut umum dan tersangka / keluarganya, sedangkan jika yang menghentikan penyidikan adalah penyidik PNS, maka pemberitahuan penghentian itu disampaikan pada penyidik Polri (sebagai pejabat yang berwenang melakukan koordinasi atas penyidikan) dan penuntut umum.

Jika penyidik berkesimpulan bahwa berdasar hasil penyidikan tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut tersangka di muka persidangan, akan tetapi ada oknum penyidik yang sengaja mengulur-ulur waktu karena ada maksud, maka langkah hukumnya adalah ajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri setempat. Tersangka / terdakwa mempunyai hak untuk menuntut ganti kerugian berdasar Pasal 95 KUHAP. (SV, WND)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini