PEWARISAN DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP HARTA WARISAN

0
77

Masalah Pewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata Bab XII s/d Bab XVIII, yaitu mulai Pasal 830 s/d Pasal 1130 KUHPerdata. Selain dapat dilihat dalam KUHPerdata, masalah pewarisan dapat juga dilihat dalam UUD1945 yang mengatur tentang perlindungan hak untuk menguasai harta bendanya dan dari sengketa-sengketa yang kemungkinan akan timbul karena pewarisan, yaitu tertuang dalam Pasal 28G ayat (1), yang berbunyi :

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Sehingga pada dasarnya aturan dan tata cara tentang pewarisan telah diatur dengan jelas dalam KUHPerdata dan UUD 1945. Dengan demikian apapun yang terjadi sehubungan dengan harta warisan, semuanya dapat diselesaikan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku, karena dalam masalah pewarisan bukan tidak mungkin terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan masing-masing ahli waris.

Sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu, siapa saja yang tergolong sebagai Ahli Waris. Ahli waris dalam pewarisan terbagi menjadi empat (4) golongan berdasarkan jauh dekatnya hubungan darah dengan pewaris, yaitu :

  • Golongan I : terdiri dari suami-istri dan anak berserta keturunannya;
  • Golongan II : terdiri dari orangtua, saudara laki-laki atau perempuan dan keturunannya;
  • Golongan III : terdiri dari keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas sesudah orang tua, baik dari pihak ayah maupun garis ibu;
  • Golongan IV : dalam hal tidak ada saudara (Golongan II) dan saudara dalam salah satu garis lurus ke atas (Golongan III), maka setengah bagian warisan menjadi bagian kelaurga sedarah dalam garis lurus ke atas yang masih hidup, sedangkan setengahnya menjadi bagian para sanak saudara dalam garis yang lain.

Pada prinsipnya di dalam melaksanakan pewarisan, harus berdasarkan pada ketentuan undang-undang, kecuali jika pewaris dengan tegas mengadakan penyimpangan dalam batas – batas yang diperbolehkan oleh undang-undang, contohnya seperti adanya surat wasiat.

Hukum waris pada hakikatnya merupakan hukum yang bersifat mengatur, meskipun di dalam hukum waris terdapat ketentuan – ketentuan yang bersifat memaksa. Kesimpulan ini dapat diambil dari rumusan Pasal 874 KUHPerdata yang secara garis besar menentukan bahwa suatu pewarisan berlakulah ketentuan tentang pewarisan berdasarkan undang-undang, kecuali pewaris mengambil ketetapan lain dalam suatu wasiat. Jadi, pembagian berdasarkan surat wasiat (testamen) didahulukan daripada pewarisan menurut undang-undang.

Namun, apabila pelaksanaan dari surat wasiat tidak sesuai dengan apa yang tertulis dan ditetapkan oleh pewaris, maka para ahli waris ini dapat bertindak dan menuntut haknya sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam Pasal 834 KUHPerdata. Hak ini diberikan oleh undang- undang kepada ahli waris, dikenal dengan istilah hak Hereditatis Petitio, yang artinya : hak untuk mengajukan gugatan untuk mempertahankan hak warisnya. Dan gugatan tersebut dapat diajukan oleh ahli waris dengan mengacu pada Pasal 564 KUHPerdata, yang disebutkan didalamnya bahwa “Gugatan yang sama dapat diajukan terhadap semua orang yang dengan itikad buruk melepaskan besit ”. Sehingga berdasarkan pada Pasal 564 KUHPerdata ini maka ahli waris boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila dia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya sebagian bila ada ahli waris lain.

Untuk itu dalam hal terjadi masalah pewarisan, alangkah lebih baik jika diselesaikan secara baik – baik, agar supaya tidak sampai terjadi saling menggugat antar para ahli waris, mengingat masalah warisan hampir selalu terjadi dan dialami dalam kehidupan berkeluarga, dan hampir selalu menjadi sumber terjadinya perpecahan hubungan keluarga, baik itu warisan yang sudah diatur dalam surat wasiat maupun yang tidak membuat surat wasiat, apalagi kalau ternyata terjadi pembatalan terhadap surat wasiat yang sudah dibuat oleh pewaris. Sehingga sebisa mungkin hindari terjadinya perpecahan antar keluarga karena masalah pewarisan. (SV, WND)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini