Masalah peredaran obat palsu di Indonesia semakin marak. Obat palsu sendiri merupakan obat yang dibuat semirip mungkin dengan identitas obat aslinya yang telah memiliki izin edar, namun obat palsu tersebut umumnya mengandung komposisi zat yang berbahaya dan berbeda dari label komposisi yang tertera. Obat palsu ini diproduksi oleh pihak atau industri yang tidak memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memproduksi dan melakukan pengedaran obat.
Peredaran obat palsu tentunya menimbulkan kerugian bagi orang yang mengonsumsinya karena didalamnya mengandung zat – zat berbahaya, sehingga mengancam kesehatan dan nyawa orang yang mengonsumsinya. Bagi pelaku pengedar obat palsu dapat diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 386 KUHP, yang berbunyi :
“(1) Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahuinya bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu, diancan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsu jika nilainya atau faedahnya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan sesuatu bahan lain.”
Selain itu, juga dapat dijerat dengan ketentuan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
Hati – hati bagi para pengedar obat palsu karena ancaman pidana melakukan pengedaran obat palsu tidak main – main. Dengan dijeratnya pidana yang demikian semoga dapat memberikan efek jera bagi pelakunya, karena perbuatan yang dilakukannya tersebut mengancam kesehatan dan keselamatan nyawa bagi orang yang mengonsumsi obat palsu. (SV, IM)