Ganti Kerugian Bagi Korban Salah Tangkap

0
100

Indonesia adalah Negara Hukum, dimana Hukum memiliki peran penting untuk melindungi hak-hak seluruh warga di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terkhususnya bagi Aparat Penegak Hukum, misalnya Kepolisian, hukum harus ditegakkan dengan sebenar – benarnya. Termasuk dalam hal menjalankan tugasnya, seperti melakukan penangkapan terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana. Dasar hukum melakukan penangkapan tertuang dalam Pasal 17 KUHAP, yang berbunyi :

“ Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”

Lalu apa jadinya apabila Pihak Kepolisian melakukan kesalahan dalam melakukan penangkapan, hingga korban salah tangkap tersebut menjalani hukuman penjara ???

Tindakan Salah Tangkap merupakan suatu bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 95 ayat (1) KUHAP diatur bahwa :

“ Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.”

Artinya, Korban Salah Tangkap tersebut yang telah ditetapkan sebagai Tersangka atau bahkan sebagai Terdakwa atau Terpidana, dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian secara perdata ke Pengadilan Negeri setempat atas kesalahan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang menangani perkara tersebut.

Namun tuntutan ganti kerugian tersebut ada batas jangka waktu pengajuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :

1) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.

2) Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.

Adapun rincian mengenai nominal ganti rugi tersebut dituliskan dalam pasal 9, yang berbunyi :

1) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

3) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Untuk meminimalisir adanya kesalahan tangkap tersebut, seharusnya aparat penegak hukum melakukan pembenahan dan perbaikan kinerja semaksimal mungkin dengan mengedepankan nilai keadilan dan kebenaran, selain itu bukti – bukti harus cukup sebelum menetapkan seseorang sebagai Tersangka, melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, penuntutan, hingga penjatuhan hukuman yang selayaknya.

Keadilan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini harus ditegakkan dengan sebenar – benarnya dan tidak boleh berat sebelah. (SV,IM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini