Guna membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi, maka dilaksanakan proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Adapun proses hukum tersebut antara lain penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan alat bukti, di antara alat bukti tersebut salah satunya adalah keterangan saksi.
Saksi merupakan faktor penting dalam perkara pidana, karena Pasal 184 ayat (1) KUHP menjelaskan bahwa keterangan saksi dapat menjadi alat bukti yang sah. Sehingga dapat dijadikan rujukan untuk menemukan alat bukti dalam penyidikan dan persidangan. Ditegaskan bahwa Pasal 159 ayat (2) KUHP mengatur kewajiban warga Negara untuk hadir sebagai saksi dalam perkara pidana. Namun, masyarakat banyak yang enggan menjadi saksi kejahatan yang diketahui, mereka takut berpartisipasi dalam proses hukum dan sikap ini dinilai sudah menjadi budaya dalam kehidupan hukum Indonesia.
Bahkan, selama ini saksi dan korban belum menjadi bagian penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Kedudukan korban dan saksi seringkali dianggap hanya bagian dari alat bukti, saksi selalu didorong untuk menjelaskan di pengadilan dan korban yang biasa dijadikan saksi korban cukup hadir di pengadilan untuk mendukung argumen jaksa penuntut umum. Masyarakat biasanya enggan bersaksi di depan aparat kepolisian, jaksa dan hakim karena khawatir jika tidak bisa memberikan informasi yang diminta mereka akan menjadi tersangka. Sebagian yang lain percaya bahwa jika bersaksi nyawa mereka akan terancam, oleh karena itu perlu adanya perlindungan bagi saksi dan korban. Aturan yang jelas akan memberikan pertolongan dan ruang bagi masyarakat yang peduli terhadap penegakan hukum.
Mengatasi hal tersebut pemerintah menetapkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam hal ini, hak – hak yang dimiliki saksi dan korban wajib diberikan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 – Pasal 10 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2014 yaitu :
- Hak Saksi
Dalam rangka kesaksiannya seorang saksi berhak atas hal-hal sebagai berikut:
- Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan.
- Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan.
- Memberikan keterangan tanpa tekananan.
- Mendapat penterjemah.
- Bebas dari pertanyaan yang menjerat.
- Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus.
- Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan.
- Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan.
- Dirahasiakan identitasnya.
- Mendapat identitas baru.
- Mendapat tempat kediaman sementara.
- Mendapat tempat kediaman baru.
- Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.
- Mendapat nasihat hukum.
- Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.
- Mendapat pendampingan.
- Hak Korban
Korban tidak pidana juga mempunyai hak menerima bantuan berupa:
- Bantuan medis.
- Bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis.
Bantuan sebagaimana tersebut di atas diberikan bagi korban, yaitu:
- Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
- Korban tindak pidana terorisme.
- Korban tindak pidana perdagangan orang.
- Korban tindak pidana penyiksaan.
- Korban tindak pidana kekerasan seksual.
- Korban penganiayaan berat.
Dengan demikian, maka jelas bahwa perlindungan saksi dan korban sangat penting untuk menjamin diperolehnya kebenaran materil sekaligus untuk memenuhi rasa keadilan bagi semua, termasuk bagi saksi dan korban yang terkait. (SV, WND)