Majelis Hakim Pengadilan Negeri bertugas untuk menerima, memeriksa serta memutus perkara pada tingkat pertama, sehingga membawa konsekuensi tersendiri dalam berperkara, yakni lancar atau tidaknya perkara tersebut tergantung tingkat kehadiran para pihak di persidangan, serta dari segi ketegasan, kearifan, dan kebijaksanaan dari majelis hakim yang mengadili perkara.
Pelaksanaan sidang sering terhambat karena para pihak yang berhalangan untuk menghadiri persidangan tanpa adanya alasan yang jelas dan dibenarkan oleh hukum acara, sehingga pelaksanaan asas Hukum Acara Perdata yakni peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan tidak dapat tercapai. Dalam hal ketidakhadiran salah satu pihak tersebut, baik penggugat maupun tergugat, maka perkara akan diputus di luar hadirnya salah satu pihak. Putusan ini dianggap sebagai pelaksanaan asas “audi et alteram partem”, dimana kepentingan kedua belah pihak harus diperhatikan, sehingga hakim dapat mengambil langkah untuk menjatuhkan putusannya. Adapun macam – macam putusan tanpa hadirnya salah satu pihak, yaitu : putusan verstek, putusan gugur, dan putusan contradictoir.
Berdasarkan ketentuan perundang – undangan, yakni ketentuan pasal 125 HIR, pasal 129 HIR dan pasal 149 R.Bg, Putusan Verstek, merupakan suatu putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir dalam persidangan, ataupun tidak pula menghadirkan orang lain untuk menghadap mewakilinya, tanpa alasan yang sah dan dapat dibenarkan secara hukum, sedangkan ia telah dipanggil secara patut. Perkara yang diselesaikan dengan putusan verstek dianggap telah diselesaikan secara formil dan materiil. Oleh karena itu, tergugat yang kalah tidak diizinkan untuk mengajukan kembali perkara tersebut, kecuali jika mereka mengajukan perlawanan yang disebut verzet. Apabila tergugat tidak melakukan verzet, maka putusan verstek itu dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. “Tergugat, yang dihukum sedang ia tak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat memajukan perlawanan atas keputusan itu,” demikian bunyi Pasal 129 HIR.
Dalam kondisi bagaimanakah putusan verstek dapat dijatuhkan ???
Tergugat telah dipanggil secara patut dan resmi.
Tergugat tidak hadir dalam sidang dan tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya serta tidak ternyata bahwa ketidakhadirannya itu disebabkan oleh sesuatu halangan atau alasan yang sah.
Lantas, bagaimana dengan pelaksanaan putusan verstek ??? Sebagaimana di atur dalam pasal 128 HIR/152 R.Bg yang mana isi pasalnya antara lain adalah sebagai berikut :
Putusan yang dijatuhkan dengan verstek, tidak boleh dijalankan sebelum lewat 14 hari setelah pemberitahuan, seperti yang tersebut dalam pasal 149 R.Bg
Kalau sangat perlu maka dapat diperintahkan supaya putusan itu dijalankan sebelum lewat tempo itu, baik dalam surat putusan maupun oleh ketua setelah dijatuhkan putusan, atas permintaan penggugat degan lisan ataupun tulisan.
Pelaksanaan putusan verstek tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang menjalankan putusan, artinya pelaksanaannya dengan cara eksekusi pada umumnya. Yakni pihak yang menang/penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan di mana putusan verstek dijatuhkan, kemudian nantinya Ketua Pengadilan memerintahkan untuk memanggil pihak yang kalah / tereksekusi, serta menasihati agar menjalankan putusan verstek dengan rela dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh Ketua Pengadilan paling lambat delapan hari (aanmaning), Jika tidak diindahkan, dalam arti tenggang waktu telah lewat tetapi tereksekusi tidak mau melaksanakan, maka Ketua Pengadilan menjalankan eksekusi sesuai isi putusan. Hal ini diatur dalam pasal 195 HIR/206 R.Bg dan seterusnya. (SV, WND)