PELAKSANAAN POLIGAMI DALAM HUKUM INDONESIA

0
1404

Azas perkawinan pada hakikatnya adalah seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, kecuali jika Para Pihak (suami – isteri) menginginkan seorang suami mau beristeri lebih dari satu, maka Pengadilan dapat memberi izin kepada suami. Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB IX pada Pasal 55 – Pasal 59 diatur mengenai poligami (beristeri lebih dari satu), dengan syarat- syarat dan ketentuan sebagai berikut :
Pasal 55
(1) Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.
(2) Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap ister-isteri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.

Pasal 56
(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
(2) Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII Peraturan Pemeritah No.9 Tahun 1975.
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 58
(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu :
a. adanya pesetujuan isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada sidang Pengadilan Agama.
(3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang-kurangnya 2 (Dua) tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.

Pasal 59
Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.

Disamping Kompilasi Hukum Islam dalam UU Perkawinan diatur mengenai beristeri lebih dari satu, diatur dalam Pasal 2 – Pasal 5, dengan ketentuan sebagai berikut :

Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3.
(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan.

Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang harus dipenuhi
syarat syarat sebagai berikut :
a. Ada persetujuan dari isteri/ isteri-isteri;
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

Dalam PP No. 9 Tahun 1975 pada Pasal 40 “Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.

Permohonan yang diajukan untuk mempunyai isteri lebih dari satu maka Pengadilan berkewajiban untuk memeriksa persyaratan- persyaratan yang dimohonkan oleh seorang suami yang bermaksud untuk beristeri lebih dari satu, hal ini diatur dalam Pasal 41 – Pasal 43 PP No. 9 Tahun 1975.

Pasal 41
Pengadilan kemudian memeriksa mengenai :
a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah :
– bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
– bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
– bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
b. ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan didepan sidang pengadilan.
c. ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan :
– surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda-tangani
oleh bendahara tempat bekerja; atau
– surat keterangan pajak penghasilan; atau
– surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan;
d. ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.

Pasal 42
(1) Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40 dan 41, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan.
(2) Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya, surat permohonan beserta lampiran-lampirannya.

Pasal 43
Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.

Setelah Pengadilan memeriksa permohonan dari pemohon untuk beristeri lebih dari seorang dan atas permohonan tersebut cukup beralasan, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk dapat melakukan perkawinan dan Pegawai pencatat dapat melakukan pencatatan perkawinan, namun Pegawai pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan jika belum ada izin dari Pengadilan sesuai dengan Pasal 44 PP No. 9 Tahun 1975 :

Pasal 44
Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43.

Kondisi- kondisi yang dipersyaratkan sebagai alasan untuk dilaksanakannya perkawinan lebih dengan seorang isteri adalah bersifat alternatif, jika salah satu dipenuhi maka Pengadilan dapat mengabulkan untuk dilaksanakannya pelaksanaan pernikahan. (AN)

Referensi :

  • Kompilasi Hukum Islam
  • Undang- undang No.1 Tahun 1974
  • Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini