Otoritas Kehakiman atau Lembaga Peradilan memegang peranan penting dalam menjaga nilai – nilai keadilan di Indonesia. Dalam memproses suatu tuntutan perkara pidana, Lembaga Peradilan mempunyai mekanisme tertentu dalam menjatuhkan putusan yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelum menjalankan tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan menjatuhkan putusan dalam suatu perkara, hal pertama yang harus dilakukan oleh Lembaga Peradilan adalah memeriksa berwenang atau tidaknya Lembaga Peradilan memeriksa, mengadili, hingga menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut. Hal inilah yang disebut dengan Kompetensi dalam Lembaga Peradilan. Kompetensi atau Wewenang Lembaga Peradilan tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif.
1. Kompetensi Absolut
Kewenangan Absolut atau Mutlak dalam Lembaga Peradilan, memiliki arti bahwa dalam mempertimbangkan dan memutus perkara tertentu tidak dapat diperiksa oleh Otoritas Kehakiman atau Lembaga Peradilan lain, baik dalam lingkungan hukum peradilan yang sama (pengadilan negeri dengan pengadilan tinggi) maupun berbeda (pengadilan negeri dengan pengadilan agama). Jadi Lembaga Peradilan lain tidak dapat ikut campur dalam menangani suatu perkara perdata tersebut. Apabila suatu perkara yang sedang diproses tersebut pada akhirnya diperiksa dan diputus oleh Lembaga Peradilan lain yang tidak berwenang, maka putusan yang dijatuhkan adalah Batal Demi Hukum.
Contoh Kompetensi Absolut, yaitu perkara perceraian yang para pihaknya muslim, hanya dapat disidangkan dan diselesaikan di Peradilan Agama, sedangkan Peradilan umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk menyidangkan dan menyelesaikannya.
Penegasan mengenai Kompetensi Absolut dapat ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 5 Maret 1973 No. 613 K/Sip/1992 yang menyatakan : “gugatan atas penguasaan tanpa harta-harta baitulmal adalah kewenangan atau yurisprudensi lingkungan peradilan umum, bukan lingkungan peradilan agama sebab yang disengketakan adalah penguasaan tanpa hak, bukan pengurusan harta oleh baitumal”.
Penegasan lainnya yaitu pada Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 04 K/AG/1975 tanggal 16 Januari 1980 yang pada pokoknya menyatakan : “sejak berlakunya UU No. 1/1974 Jo. PP No. 9/1975 maka perceraian atas perkawinan yang dilakukan secara Islam menjadi yurisdiksi Peradilan Agama”.
Secara garis besar, ditinjau berdasarkan aspek Kompetensi Absolutnya menurut Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 25 Ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Badan Peradilan atau Lingkungan Peradilan Kompetensi Absolut meliputi 4 (empat) Lembaga Badan Peradilan, yaitu : Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kompetensi Absolut dalam Lembaga Peradilan tercantum penjelasannya dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (yang telah diubah beberapa kali) yaitu :
a. Didasarkan pada lingkungan kewenangan.
b. Masing-masing lingkungan memiliki kewenangan mengadili tertentu (diversity jurisdiction)
c. Kewenangan tertentu tersebut menjadi kewenangan absolut (absolute jurisdiction) pada masing-masing lingkungan peradilan sesuai dengan subjek/materinya.
d. Oleh karena itu masing-masing lingkungan pengadilan hanya berwenang mengadili perkara/kasus yang dilimpahkan UU kepadanya.
2. Kompetensi Relatif
Kompetensi Relatif ini disebut juga dengan wewenang yang mutlak. Kompetensi Relatif diartikan sebagai Kewenangan Lembaga Peradilan dalam menangani dan memberikan putusan atas suatu perkara berdasarkan letak / domisili (distributie van Rechtsmacht) objek sengketa dan para pihak yang bersengketa berada. Dengan kata lain, Kompetensi Relatif ditentukan berdasarkan Wilayah Hukumnya.
Contoh Kompetensi Relatif, yaitu apabila ada suatu perkara sengketa tanah dengan objek sengketa terletak di Wilayah Kelurahan Ngronggo, para pihak berkedudukan atau berdomisili semuanya di Kota Kediri, maka Lembaga Peradilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut adalah Pengadilan Negeri Kota Kediri, karena letak objek sengketa dan para pihaknya berada dalam Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kota Kediri.
Dasar hukum penetapan Kompetensi Relatif adalah mendasar pada asas – asas yang tercantum dalam Pasal 118 HIR jo. Pasal 142 Rbg Jo. Pasal 99 Rv, yaitu :
- Actor Sequatur Forum Rei (forum domicili).
- Actor sequatur Forum reidengan hak opsi
- Tempat Tinggal Penggugat
- Forum Rei Sitaedengan Hak Opsi
- Domisili Pilihan
Sehingga dari uraian diatas, terlihat perbedaan antara Kompetensi Absolut dengan Kompetensi Relatif, yang mana Kompetensi Absolut didasarkan pada sifat dan jenis perkara, sedangkan Kompetensi Relatif didasarkan pada letak / domisili objek sengketa dan para pihak yang bersengketa berada. (SV,WND)