BATAS USIA MINIMUM SESEORANG DAPAT DIMINTAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MENURUT HUKUM INDONESIA

0
77

Seseorang yang telah cakap hukum tentunya secara hukum dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Lalu bagaimana dengan anak ???, yang mana kategori anak disini sebagaimana Undang – Undang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Batas usia minimum pertanggungjawaban pidana seseorang mengacu pada batas usia minimum seorang anak memiliki kapasitas untuk melakukan tindak pidana. Anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana tersebut dikenal dengan istilah anak yang berkonflik dengan hukum.

Pengertian anak yang berkonflik dengan hukum sesuai ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dari pengertian tersebut terlihat jika batas usia minimum seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 (dua belas) tahun.

Jika seseorang yang melakukan tindak pidana dibawah usia 12 (dua belas) tahun, maka mendasar ketentuan Pasal 21 Ayat (1) Undang – Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali anak yang belum berusia 12 (dua belas) tahun tersebut kepada orang tua / Walinya, atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.

Terkait pertanggungjawaban pidananya, sesuai ketentuan Pasal 69 Ayat (2) Undang – Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan. Tindakan tersebut antara lain :

  1. Pengembalian kepada orang tua/Wali;
  2. Penyerahan kepada seseorang;
  3. Perawatan di rumah sakit jiwa;
  4. Perawatan di LPKS;
  5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
  6. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
  7. Perbaikan akibat tindak pidana.

Secara umum sistem peradilan anak di Indonesia mengutamakan pendekatan keadilan restoratif sesuai yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang – Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mana keadilan restoratif tersebut dilakukan dengan melakukan pendekatan antara pelaku, keluarga pelaku, korban, keluarga korban, dan pihak lain yang terkait, untuk bersama – sama mencari penyelesaian perkara yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Semoga informasi yang ada dalam artikel ini  berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Untuk mendapatkan arahan dan pendapat hukum yang lebih spesifik, dapat dikonsultasikan secara langsung dengan konsultan hukum kami yang telah berpengalaman melalui web kami : https://ekobudiono.lawyer/ dengan klik layanan konsultasi hukum online. (WND)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini