Akhir – akhir ini begitu banyak berita viral yang tersebar luas hampir di seluruh masyarakat Indonesia, dan berita tersebut menjadi momok yang menakutkan, mengkhawatirkan dan meresahkan terutama bagi kaum perempuan yang sering menjadi korban dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), hampir setiap hari baik di media TV maupun di media online menayangkan berita terkait adanya kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual baik yang dilakukan oleh tenaga pendidik seperti Guru, Ulama atau Ustadz, bahkan hingga tenaga medis pun terjerat dalam kasus tersebut.
Tindak Pidana Kekerasan Seksual diatur secara lex spesialis dalam Undang – Undang No 12 Tahun 2022, sebelum mengupas lebih lanjut, mari kita ketahui dulu apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Dalam Pasal 1 angka ( 1 ) Undang – Undang No 12 Tahun 2022, Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang – undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam undang – undang sepanjang ditentukan dalam undang – undang ini.
Sedangkan Tindak Pidana Kekerasan Seksual menurut World Health Organization ( WHO ) merupakan segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa persetujuan dengan unsur paksaan atau ancaman, termasuk perdagangan perempuan dengan tujuan seksual dan pemaksaan prostitusi baik kepada wanita maupun pria
Dalam Pasal 4 ayat ( 1 ) Undang – Undang No 12 Tahun 2022, diatur jenis – jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yaitu :
- Pelecehan Seksual Non Fisik;
- Pelecehan Seksual Fisik;
- Pemaksaan kontrasepsi;
- Pemaksaan Sterilisasi;
- Pemaksaan Perkawinan;
- Penyiksaan Seksual;
- Eksploitasi Seksual;
- Perbudakan Seksual; dan
- Kekerasan Seksual berbasis elektronik
Lalu bagaimanakah Jerat Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual jika dilakukan oleh tenaga pendidik dan tenaga medis ?
Undang – Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( TPKS ) menjadi dasar hukum utama dalam penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, terkhususnya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan penanganan, pelindungan, dan pemulihan. Bagi para pelaku tersebut dapat dijerat dengan Pasal 6 huruf C Jo. Pasal 15 ayat ( 1 ) huruf b Undang – Undang No. 12 Tahun 2022
Yang berbunyi :
Pasal 6 huruf C
“ Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”
Pasal 15 ayat (1) huruf b
(1) Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan
Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika:
- Dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan,
atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan;
Ancaman pidana yang diatur dalam kedua pasal tersebut tidak main – main, yaitu pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun ditambah 1/3 (satu per tiga), ditambah lagi adanya pidana denda, bisa dibayangkan seberapa lama pelaku harus mendekam dibalik dinginnya jeruji besi. Itulah jerat hukum bagi pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan profesi sebagai tenaga pendidik dan tenaga medis.
Semoga pendapat dan informasi yang ada dalam artikel ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Untuk mendapatkan arahan dan pendapat hukum yang lebih spesifik, dapat dikonsultasikan secara langsung dengan konsultan hukum kami yang telah berpengalaman melalui web kami : https://ekobudiono.lawyer/ dengan klik layanan konsultasi hukum online. (PTR)