Guru Memotong Rambut Siswa, Ada Potensi Hukumnya

0
138

PERTANYAAN :

Razia rambut sering dilakukan untuk menertibkan aturan bahwa siswa tidak boleh memiliki rambut gondrong atau panjang. Namun permasalahannya, guru memotong rambut siswa baik sebagian atau seluruhnya dengan memotong secara asal-asalan. Apakah ada dasar hukum guru melakukan tersebut? Apakah termasuk tindakan diskriminasi? (RK-Boyolali)

 

Terima kasih pertanyaanya,

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi anak bangsa guna menciptakan generasi penerus bangsa untuk memiliki karakter yang bermoral dan mengembangkan kualitas hidup dari segi pengetahuan. Antara guru dan murid terdapat interaksi yang saling berhubungan, yaitu hak siswa dan kewenangan.

Kedudukan guru sebagai tenaga pengajar untuk meningkatkan kualitas indivudu, dalam pelaksanaannya memiliki kewajiban tersendiri dan dituntut untuk memiliki keprofesionalan yang diatur dalam Pasal Hukum Indonesia, yaitu Pasal 20 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Guru dan Dosen yang menyatakan :

“Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban :

  1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
  2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  3. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
  4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
  5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;”

Guru dalam memberikan sanksi terhadap aturan kedisiplinan yang diterapkan sekolah diberikan dasar kewenangan oleh Undang-Undang untuk bebas melakukannya, tetapi sanksi tersebut harus sesuai dengan aturan yang tidak melanggar kode etik sebagaimana yang tertera dalam Pasal 39 Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. yang berbunyi :

(1) “ Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan.”

Meskipun diberikan kebebasan, terkait dengan tindakan untuk kedisiplinan dengan memberikan sanksi tersebut diatas. Guru harus memperhatikan 3 poin syarat yang mendasarinya, yaitu harus :

  1. Dalam kondisi terpaksa;
  2. Penderaan secara terbatas (harus dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu); dan
  3. Dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diperkenankan.

Kemudian menjawab pertanyaan Anda, Guru tersebut memiliki potensi ancaman hukuman sesuai dengan Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak yang berbunyi :

“Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”

Kemudian apbila guru tersebut melakukan diskrimanasi dengan memotong salah satu rambut siswa saja, maka potensi hukum lainnya yang akan menjeratnya yaitu Pasal 76A Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi :
Setiap orang dilarang :

  1. Memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik
    materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau
  2. Memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif.

Adapun ancaman hukumannya yaitu pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta (Pasal 77)

Dengan demikian meskpun guru diberikan wewenang untuk bebas memberikan sanksi, namun tetap perlu memperhatikan syarat-syarat sehingga tidak menimbulkan potensi kekerasan dan penganiayaan terhadap anak. Sebaiknya sanksi yang diberikan guru tersebut berupa teguran secara lisan dan memberikan sanksi yang bersifat lebih edukatif. (SV)

Semoga informasi yang ada dalam artikel ini  berguna dan bermanfaat bagi pembaca, Untuk mendapatkan arahan dan pendapat hukum yang lebih spesifik, dapat dikonsultasikan secara langsung dengan konsultan hukum kami yang telah berpengalaman melalui web kami : https://ekobudiono.lawyer/ dengan klik layanan konsultasi hukum online.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini