Perceraian mempunyai nilai keabsahan secara hukum jika dilakukan di depan persidangan setelah Majelis Hakim berusaha untuk mendamaikannya namun kedua belah pihak tidak berhasil didamaikan. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam. Untuk perceraian pasangan muslim diajukan di Pengadilan Agama setempat, sedangkan untuk perceraian pasangan non muslim diajukan di Pengadilan Negeri setempat. Terdapat perbedaan disini, dimana dalam perceraian pasangan muslim, jika yang mengajukan perceraian suami dikenal dengan istilah “ Cerai Talak ”, dan jika yang mengajukan perceraian istri dikenal dengan istilah “ Cerai Gugat ”. Namun jika dalam perceraian pasangan non muslim, baik yang mengajukan suami ataupun istri, dikenal dengan istilah “ Gugatan Perceraian ”.
Dalam artikel ini kami akan membahas secara spesifik perbedaan dari Cerai Talak dan Cerai Gugat dalam perceraian pasangan muslim. Adapun uraiannya sebagai berikut :
1. CERAI TALAK
Cerai Talak merupakan permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak suami atau kuasanya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 129 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi :
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan, serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.”
Cerai Talak diajukan oleh pihak suami di Pengadilan Agama dimana pihak istri bertempat tinggal. Dan setelah perceraian dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama pemeriksa perkara dan berkekuatan hukum tetap, pihak suami mengikrarkan talak di depan persidangan dengan dihadiri oleh pihak istri atau kuasanya. Namun apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap pihak suami tidak mengikrarkan talak, maka hak ikrar talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh. Hal tersebut diatur dalam Pasal 131 Kompilasi Hukum Islam.
Mendasar pada ketentuan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, jika perkawinan putus karena Cerai Talak, maka mantan suami berkewajiban untuk :
a. Memberikan mut`ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul;
b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;
c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul;
d. Memberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.
2. CERAI GUGAT
Cerai Gugat merupakan gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri atau kuasanya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 132 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi :
“Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.”
Cerai Gugat diajukan oleh pihak istri di Pengadilan Agama dimana pihak istri bertempat tinggal kecuali pihak istri meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa izin suami. Perceraian dianggap telah terjadi apabila gugatan perceraian dikabulkan dan putusan berkekuatan hukum tetap sesuai ketentuan Pasal 146 Kompilasi Hukum Islam.
Semoga informasi yang ada dalam artikel ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca, Untuk mendapatkan arahan dan pendapat hukum yang lebih spesifik, dapat dikonsultasikan secara langsung dengan konsultan hukum kami yang telah berpengalaman melalui web kami : https://ekobudiono.lawyer/ dengan klik layanan konsultasi hukum online. (SV,IM)