Keterangan Saksi dalam Pembuktian Perkara Perceraian

0
93

Perceraian merupakan perkara yang paling banyak diajukan di pengadilan. Adapun di dalam proses pembuktian keterangan saksi dalam perkara perceraian sangat penting bagi hakim dalam mempertimbangkan putusan yang akan dijatuhkan. Banyak saksi dalam perkara perceraian hanya mengetahui Penggugat dan Tergugat sudah pisah tempat tinggal dan pernah mendamaikan Penggugat dan Tergugat saja.

Apa yang dimaksud dengan Saksi ???

Pengertian Saksi diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 26 KUHAP, yaitu saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Namun dalam perkara perceraian, seringkali terjadinya perselisihan dan pertengkaran suami istri tidak banyak diketahui orang lain, karena kaitannya dengan permasalahan intern keluarga, kebanyakan saksi hanya mengetahui antara suami dan istri tersebut sudah pisah tempat tinggal dan tidak hidup bersama. Jadi, keterangan saksi yang demikian, dimana saksi hanya mengetahui akibat dari perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara suami dan istri tersebut, mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu dalil pembuktian sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor : 299K/AG/2003 tanggal 08 Juni 2005, yang menegaskan bahwa “keterangan dua orang saksi dalam sengketa perceraian yang hanya menerangkan suatu akibat hukum (rechts bevolg) mempunyai kekuatan hukum sebagai dalil pembuktian”

Pembuktian dengan saksi pada umumnya diperbolehkan dengan segala hal, kecuali jika undang – undang menentukan lain. Pembuktian dengan saksi hendaknya menggunakan lebih dari satu saksi, karena mendasar pada Asas “ Unus Testis Nullus Testis ” satu orang saksi bukanlah merupakan saksi, sehingga suatu peristiwa dianggap tidak terbukti jika hanya didasarkan pada keterangan seorang saksi.

Namun dalam perkara perceraian, ada pengecualian yang dapat bertindak sebagai Saksi dan disumpah, yaitu Keluarga. Hal tersebut diatur dalam beberapa aturan hukum yaitu sebagai berikut :

– Pasal 22 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi :

1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat;

2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab – sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang – orang yang dekat dengan suami isteri itu.

– Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi :

Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf f, dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut

– Pasal 76 UU Peradilan Agama, yang berbunyi :

1) Apabila gugatan perceraian didasarkan alasan syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi – saksi yang berasal dari keluarga atau orang – orang yang dekat dengan suami istri.

2) Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing – masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.

Dengan demikian, terlihat perbedaan pengajuan saksi dalam perkara perceraian, oleh karena adanya keistimewaan khusus yang diatur dalam aturan perundang – undangan sebagaimana yang telah kami uraikan diatas. Semoga bermanfaat. (SV, WND)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini