Dalam setiap hubungan perkawinan selalu ada pasang surutnya dalam menjalaninya, hal tersebut dikarenakan dinamika kehidupan, yang mana pasangan suami istri tersebut harus menyatukan 2 (dua) pemikiran dengan sifat yang berbeda menjadi satu. Dan hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sehingga tidak jarang jika pasangan suami istri tersebut memilih untuk menempuh jalan perceraian dalam penyelesaiannya dengan alasan tidak terdapat jalan keluar.
Beberapa aspek yang dapat memicu terjadinya perceraian adalah faktor keuangan, kurangnya komunikasi, perselingkuhan, kekerasan, dan lain sebagainya.
Jika terjadi Cerai Talak yang diajukan oleh suami, maka mendasar Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, istri berhak untuk mendapat nafkah antara lain sebagai berikut :
1. Nafkah Mut’ah
Nafkah mut’ah atau nafkah penghibur. Nafkah tersebut diberikan untuk meminimalisasi penderitaan atau rasa sedih mantan istri akibat perceraian, mantan suami wajib memberikan nafkah mut’ah sebagai penghilang pilu, dapat berupa harta benda.
2. Nafkah Iddah
Nafkah Iddah atau Nafkah masa tunggu (3 bulan 10 hari), yaitu nafkah yang wajib ditanggung oleh mantan suami selama mantan istri dalam masa iddah, kecuali apabila mantan istrinya tersebut melakukan perbuatan nusyuz (pembangkangan)
3. Nafkah Madhiyah
Nafkah Madhiyah atau Nafkah masa lampau. Nafkah terdahulu yang dilalaikan / tidak dilaksanakan oleh mantan suami kepada mantan istri ketika keduanya masih terikat hubungan perkawinan yang sah.
4. Nafkah Anak
Mantan suami wajib memberikan nafkah anak sesuai kemampuannya hingga anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri atau ketika sang anak telah berusia 21 tahun
Dengan adanya ke – 4 (empat) macam nafkah diatas, menunjukkan jika seorang istri masih memiliki kedudukan yang mulia meskipun telah di cerai talak oleh suaminya, karena mantan suami masih memiliki kewajiban dalam pemenuhan nafkah tersebut. Jika tidak dipenuhi, maka mantan istri berhak untuk menuntutnya. (SV, IM)
