Pewaris merupakan orang yang meninggal dan meninggalkan harta waris, sedangkan ahli waris merupakan orang yang berhak menerima warisan dari pewaris. Adapun warisan atau harta waris merupakan harta peninggalan pewaris yang diturunkan kepada ahli waris. Secara hukum peristiwa waris baru dapat terjadi jika pewaris telah meninggal dunia, hal ini yang membedakan antara peristiwa waris dengan hibah.
Dalam Pasal 830 KUH Perdata dinyatakan Pewarisan hanya terjadi karena kematian. Oleh karenanya, pewarisan baru terjadi apabila pewaris telah meninggal dunia. Sehingga, segala harta peninggalan milik pewaris akan beralih ke ahli waris. Adapun, prinsip pewarisan menurut KUH Perdata adalah berdasarkan pada hubungan darah. Adapun jika merujuk Pasal 832 KUH Perdata, ahli waris menurut ketentuan KUH Perdata ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang – undang maupun di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama. Selain itu Pasal 838 KUH Perdata juga mengatur orang yang dianggap tidak pantas menjadi ahli waris dan tidak mendapat warisan diantaranya ialah:
- Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu;
- Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
- Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; dan
- Dia yang telah menggelapkan, memusnahkan, atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa dalam KUH Perdata tidak mengatur perbedaan agama sebagai penghalang waris. Begitu pula dengan pengertian ahli waris, KUH Perdata tidak menyebutkan bahwa ahli waris harus seagama dengan pewaris. Maka apabila terdapat ahli waris yang berbeda agama dengan si pewaris, maka ahli waris tetap mendapat bagian warisan yang sama seperti ahli waris yang seagama dengan pewaris. Hal ini berdasarkan prinsip waris yang termaktub dalam Pasal 832 KUH Perdata bahwa penentuan ahli waris didasarkan pada hubungan darah atau perkawinan, bukan didasarkan pada persamaan agama. (SV, WND)