Kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang mengikat secara hukum itulah yang disebut dengan perjanjian. Perjanjian dapat dibuat secara tertulis maupun lisan, tergantung pada jenis dan isi perjanjian yang dibuat para pihak.
Banyak masyarakat yang mempertanyakan, Apakah perjanjian lisan memiliki kedudukan yang sama di mata hukum ?, dan Bagaimana cara membuktikan keberadaan dan isi perjanjian lisan ?
Pembuatan perjanjian, baik secara lisan maupun tertulis, dikatakan sah secara hukum, jika memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu;
- Suatu sebab yang tidak terlarang.
Jika perjanjian lisan dibuat oleh para pihak dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian lisan tersebut memiliki kedudukan yang sama dimata hukum seperti perjanjian tertulis. Namun perjanjian lisan ini sedikit sulit untuk dibuktikan, karena tidak ada bukti surat / tertulis yang membuktikan adanya perjanjian tersebut, dan pembuktian hanya mendasar pada pengakuan para pihak yang membuat perjanjian tersebut serta saksi yang mengetahui.
Atas adanya kekurangan dari pembuatan perjanjian secara lisan tersebut, disarankan untuk pembuatan perjanjian dilakukan secara tertulis, agar supaya jika terjadi permasalahan di kemudian hari, faktor pembuktian untuk penyelesaian masalah lebih mudah.
Semoga informasi yang ada dalam artikel ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Untuk mendapatkan arahan dan pendapat hukum yang lebih spesifik, dapat dikonsultasikan secara langsung dengan konsultan hukum kami yang telah berpengalaman melalui web kami : https://ekobudiono.lawyer/ dengan klik layanan konsultasi hukum online. (WND)