Hakim adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara di peradilan. Hakim sebagai Jude Made Law (Pencipta Hukum) wajib menegakkan nilai – nilai keadilan di tengah – tengah masyarakat. Salah satu hak yang dimiliki oleh Hakim adalah Hak Ex Officio.
Hak Ex Officio merupakan hak atau kewenangan yang dimiliki oleh Hakim karena jabatannya. Keberadaan hak ini bertujuan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, serta memastikan bahwa putusan pengadilan diputus dengan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang tertindas haknya, salah satunya adalah perempuan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
Lantas, Bagaimana penerapan Hak Ex Officio Hakim dalam mengadili perempuan yang berhadapan dengan hukum ???
Sebelumnya perlu kita ketahui bersama definisi dari perempuan yang berhadapan dengan hukum.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, Perempuan Berhadapan dengan Hukum adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi atau perempuan sebagai pihak”.
Dalam Pasal 6 PERMA No. 3 tahun 2017, diatur terkait ketentuan apa saja yang dilakukan oleh Hakim dalam mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum, adapun ketentuan yang dimaksud antara lain :
- Mempertimbangkan Kesetaraan Gender dan Stereotip Gender dalam peraturan perundang – undangan dan hukum tidak tertulis;
- Melakukan penafsiran peraturan perundang – undangan dan / atau hukum tidak tertulis yang dapat menjamin Kesetaraan Gender;
- Menggali nilai – nilai hukum, kearifan lokal dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat guna menjamin Kesetaraan Gender, perlindungan yang setara dan non diskriminasi; dan
- Mempertimbangkan penerapan konvensi dan perjanjian perjanjian internasional terkait Kesetaraan Gender yang telah diratifikasi.
Contoh penerapan Hak Ex Officio oleh Hakim dalam dilihat dalam perkara perceraian, yang mana meski dalam gugatannya, seorang perempuan selaku penggugat tidak memintakan nafkah dalam gugatannya, hakim pemeriksa perkara dalam memutus perkara tersebut, dengan mendasar pada unsur kemanusiaan dan keadilan, menghukum tergugat / mantan suami untuk membayarkan nafkah kepada penggugat / mantan istri.
Penerapan Hak Ex Officio oleh Hakim dalam kasus perceraian tersebut, dilakukan dengan melihat kondisi perempuan yang cenderung menjadi korban atas tindakan diskriminatif, serta mendasar pada perlindungan hak – hak perempuan. Tidak sembarangan Hak Ex Officio dapat diterapkan, karena jika salah dalam menerapkan akan membuat putusan tersebut mengandung unsur ultra petita.
Semoga informasi yang ada dalam artikel ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Untuk mendapatkan arahan dan pendapat hukum yang lebih spesifik, dapat dikonsultasikan secara langsung dengan konsultan hukum kami yang telah berpengalaman melalui web kami : https://ekobudiono.lawyer/ dengan klik layanan konsultasi hukum online. (WND)