Di Indonesia dikenal 2 (dua) istilah pembuktian dalam perkara pidana yang seringkali digunakan dalam persidangan, yaitu Alat Bukti dan Barang Bukti. Kedua istilah tersebut memiliki peran yang sangat penting untuk mengungkapkan kebenaran tentang fakta peristiwa yang sebenarnya terjadi di hadapan Majelis Hakim di persidangan dalam suatu kasus perkara pidana, supaya Majelis Hakim dapat memutus suatu perkara dengan benar dan bijaksana atas fakta – fakta yang terungkap di depan persidangan sehingga dapat memberikan keadilan bagi pencari keadilan di NKRI.
Istilah tersebut tampak serupa, namun kenyataannya antara Alat Bukti dengan Barang Bukti memiliki perbedaan yang mendasar. Berikut penjelasan mengenai perbedaan antara Alat Bukti dan Barang Bukti sebagai berikut :
1. ALAT BUKTI
Alat Bukti merupakan sesuatu yang digunakan dalam suatu perkara hukum untuk membuktikan suatu kebenaran atas suatu fakta dalam peristiwa yang menjadi pokok perkara. Alat bukti memiliki peranan sangat penting dalam persidangan, karena alat bukti menjadi landasan bagi hakim dalam pertimbangan hukumnya dalam menjatuhkan putusan, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyatakan bahwa :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”
Terkait apa saja yang termasuk dalam jenis – jenis Alat Bukti tertuang dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan bahwa :
“(1) Alat bukti yang sah ialah:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.”
Selain apa yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP tersebut diatas, tidak dapat dikategorikan sebagai Alat Bukti.
2. BARANG BUKTI
Barang bukti adalah segala sesuatu atau benda berwujud yang berkaitan langsung dengan suatu tindak pidana yang diperoleh atau diduga diperoleh sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dengan kata lain, barang bukti dapat disimpulkan sebagai suatu barang yang digunakan untuk melakukan suatu tindak pidana atau suatu barang yang berkaitan dengan suatu peristiwa pidana.
KUHAP tidak mengatur secara rinci ketentuan mengenai arti Barang Bukti, namun KUHAP hanya merinci apa saja yang dapat dijadikan sebagai Barang Bukti. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 39 Ayat (1) KUHP, yang mana jenis barang yang tergolong sebagai Barang Bukti dan dapat dilakukan penyitaan adalah sebagai berikut :
a) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
d) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Kesimpulannya, baik Alat Bukti maupun Barang Bukti memegang peranan penting dalam proses persidangan hukum. Alat Bukti digunakan di persidangan untuk mengungkap fakta – fakta yang sebenarnya terjadi, sedangkan Barang Bukti digunakan untuk mendukung Alat Bukti dengan membuktikan berdasarkan kebenaran materiil. Baik Alat Bukti maupun Barang Bukti kedudukannya saling melengkapi guna tercapainya tujuan penegakan hukum. (SV, IM)