Optimalisasi Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi di Pengadilan

0
206

Kedudukan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dalam Negara Hukum mempunyai peran yang essential yaitu sebagai katup penekan (pressure value) terhadap setiap pelanggaran hukum dan ketertiban masyarakat, oleh karena itu peradilan masih sangat diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran dan keadilan. Dalam perkara gugatan yang di dalamnya terdapat sengketa dan diajukan oleh pihak penggugat ke Pengadilan, maka akan diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan. Pada sidang pertama hakim wajib mengupayakan perdamaian sesuai pasal 130 HIR dengan diterbitkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan maka para pihak wajib menempuh proses mediasi.

Mediasi merupakan salah satu upaya penyelesaian masalah dimana para pihak yang berselisih atau bersengketa bersepakat untuk menghadirkan pihak ketiga yang independen guna bertindak sebagai mediator (penengah), Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi yang sekarang dipraktikkan di Pengadilan memiliki kekhasan, yaitu dilakukan ketika perkara sudah didaftarkan di Pengadilan (Connected to the court). Pedoman Mediasi di Pengadilan merupakan kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara dalam mengupayakan Perdamaian melalui Mediasi antara kedua belah pihak, sehingga apabila Hakim Pemeriksa Perkara tidak memerintahkan atau mengupayakan damai kepada para pihak dengan Mediasi maka telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Mediasi di Pengadilan. Apabila hal tersebut terjadi maka dalam upaya hukum berikutnya dengan putusan sela memerintahkan pengadilan tingkat pertama untuk melakukan proses Mediasi. Sifat dari Proses Mediasi ini pada dasarnya bersifat tertutup kecuali para pihak menghendaki lain, sehingga pada berakhirnya Mediasi, catatan Mediator wajib di musnahkan dan juga hal-hal yang terungkap dalam Mediasi tidak bisa digunakan sebagai Alat Bukti di Persidangan Proses Litigasi.

Seperti yang disebutkan di atas, bahwa pengupayaan damai melalui Mediasi merupakan kewajiban dan memiliki konsekuensi apabila tidak dilaksanakan oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Jika dilihat dari sudut pandang Para Pihak, bahwa Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh Kuasa Hukumnya, kecuali terdapat alasan-alasan sah seperti kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan, di bawah pengampuan, berdomisili di luar negeri ataupun sedang menjalankan tugas negara, profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan. Proses Mediasi ini dilakukan paling lama 30 hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi sesuai dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 24 Ayat (2), sehingga dalam 30 hari tersebut, harus sudah terbentuk Kesepakatan Perdamaian ataupun Pernyataan bahwa Mediasi Gagal atau tidak dapat dilanjutkan. Tempat Pelaksanaan Mediasi diselenggarakan di ruang Mediasi Pengadilan atau tempat lain di Luar Pengadilan yang disepakati Para Pihak, tetapi untuk Mediator Hakim dilarang untuk menyelenggarakan Mediasi di Luar Pengadilan.

Apabila para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan dalam Mediasi setelah mencapai batas waktu 30 hari atau beserta perpanjangannya, terdapat salah satu pihak yang tidak beritikad baik dalam  pelaksanaan mediasi maka Mediator wajib menyatakan Mediasi gagal dan memberitahukan kepada Hakim Pemeriksa Perkara. Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat dilaksanakan serta melakukan pemberitahuan tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar supaya Hakim Pemeriksa Perkara dapat segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan Sidang Pemeriksaan Perkara sesuai ketentuan Hukum Acara yang berlaku.

Lantas, apa saja jenis perkara yang dimediasi ??? Sesuai PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini”.

Sedangkan disisi lain ada beberapa jenis perkara atau sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui Mediasi sesuai PERMA Nomor 1 Tahun 2016         Pasal 4 ayat (2) yang meliputi :

  1. Sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain :
  2. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
  3. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
  4. Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
  5. Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
  6. Permohonan pembatalan putusan arbitrase;
  7. Keberatan atas putusan Komisi Informasi;
  8. Penyelesaian perselisihan partai politik;
  9. Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
  10. Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
  11. Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
  12. Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
  13. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
  14. Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat. (SV,WND)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini